Bahagia Menjadi Diri Sendiri - Review Buku Ajahn Brahm

Review Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya

  • Desain Cover
  • Font
  • Konsep Topik
  • Pengembangan Topik
  • Kedalaman Materi
  • Aktual dan Faktual
  • Penyampaian Buku
4.4/5Overall Score
Specs
  • Judul: Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya
  • Penulis: Ajahn Brahm
  • Penerjemah: Chuang
  • Penerbit: Awareness Publication
  • Tahun Terbit: 2009
  • Jumlah halaman : 340
Pros
  • Cerita ringan yang berkesan
  • Gaya bertutur yang sederhana
  • Wawasan kehidupan yang mendalam
  • Humor yang cerdas dan tepat sasaran
  • Pandangan yang universal
Cons
  • Ilustrasi terlalu sedikit
  • Akhir mengambang pada beberapa kisah

Ehem, oke saya mengaku terlalu banyak mengulas film akhir-akhir ini. Akibatnya, mentor saya dengan sukses memberi sentilan maut. Dan, itulah yang menjadi motivasi saya untuk kembali membahas buku, setidaknya untuk kali ini, hehehe. Meski demikian, saya selalu senang saat menulis, sebagaimana saya selalu bahagia menjadi diri sendiri. Baiklah, mari kita membicarakan buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya karya Ajahn Brahm. 

Ringkasan Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 

Buku ini menghadirkan ajaran-ajaran Buddha dalam bentuk kisah-kisah yang sederhana dan analogi yang menghibur. Ajahn Brahm menggunakan si cacing dan kotoran kesayangannya sebagai karakter utamanya. Misinya, untuk menyampaikan pesan-pesan penting tentang kebahagiaan, penerimaan, dan pemahaman diri.

Salah satu hal yang menjadi penekanan dalam buku ini adalah bahwa kebahagiaan sejati tidak bergantung pada kekayaan atau hal-hal materi. Sebaliknya, kebahagiaan berasal dari pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri dan penerimaan terhadap kenyataan.

Melalui kisah si cacing dan kotoran kesayangannya, kita akan memahami bahwa kehidupan senantiasa akan mengantarkan berbagai situasi buruk atau penderitaan. Lalu, bagaimana cara kita merespons dan menerima hal inilah yang dapat memengaruhi tingkat kebahagiaan kita.

Di sisi lain, buku ini juga mengajarkan pemahaman yang mendalam tentang kematian sebagai bagian alami dari siklus kehidupan. Ini membantu pembaca untuk lebih baik dalam menghadapi kematian, baik yang terjadi pada diri sendiri maupun orang yang kita cintai. 

Ajahn Brahm juga mempromosikan gaya hidup yang sederhana sebagai kunci untuk mencapai kedamaian dan kebahagiaan. Kemudian, ia pun menekankan pentingnya mengembangkan diri melalui meditasi dan introspeksi, serta cara mengatasi stres dan kecemasan dalam kehidupan sehari-hari.

Ringkasnya, Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya adalah buku yang dengan kisah-kisah yang menginspirasi dan mudah dicerna. Buku ini mengajarkan bagaimana mencapai kebahagiaan sejati melalui pemahaman diri, penerimaan, dan kesederhanaan.

Bahagia Menjadi Diri Sendiri – Review Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya karya Ajahn Brahm 

Jangan buru-buru merasa jijik saat membaca judulnya. Begitulah, saya merasa ungkapan jangan menilai buku dari sampulnya sangat sesuai untuk mengawali pembicaraan ini. Coba saja Anda memvisualisasikan seekor cacing lengkap dengan kotorannya dalam benak Anda. Bagaimana rasanya? Anda tidak perlu menjawabnya langsung karena ini merupakan poin penting yang pertama dalam buku ini. 

Cerita ringan yang berkesan 

Buku ini menghadirkan cerita-cerita pendek yang sederhana namun sangat berkesan. Kisah-kisah tentang si cacing dan kotoran kesayangannya menyampaikan pesan-pesan kehidupan yang mendalam. 

Nah, pada bagian awal, kita menemukan kisah tentang dua orang sahabat yang meninggal. Namun, takdir memutuskan agar keduanya menjalan reinkarnasi yang berbeda. Salah satu di antaranya mencapai kesempurnaan dan menjadi dewa di langit, sedangkan yang satu lagi bereinkarnasi menjadi seekor cacing.

Sosok yang menjadi dewa merasa tak rela jika sahabatnya menjadi cacing. Maka, ia hendak mengajak sahabatnya itu ke surga, tetapi secara mengejutkan si cacinf menolaknya. Bahkan, ia berkata bahwa dirinya merasa puas dengan keadaannya saat ini. Di sisi lain, si cacing ini tak mau ke surga hanya karena di surga tak ada kotoran.

Mungkin, Anda akan merasa bingung dengan cerita ini. Namun, saya melihat sebuah ironi mengenai bagaimana kita memandang diri kita sendiri dalam hidup ini. Benar, tanpa sadar, sering kali kita justru mengeluhkan keadaan yang sesungguhnya adalah hasil perbuatan kita sendiri. Meski demikian, menurut sudut pandang si cacing, apa yang indah bagi seseorang belum tentu sama indahnya bagi orang lain. 

Gaya bertutur yang sederhana 

Gaya penulisan Ajahn Brahm sangat sederhana dan mudah dicerna. 

Akibatnya, berbagai pembaca dari berbagai kalangan pun sebenarnya dapat menikmati buku ini. Sebabnya, Ajahn Brahm sengaja mengemas buku ini agar kita dapat memandangnya bukan sebagai buku yang menggurui, tetapi menyenangkan. 

Pasalnya, saat membaca buku ini, saya memang seolah menjadi pendengar dari seseorang yang tengah bercerita. Sejak kecil, saya memang senang mendengar cerita. Uniknya, hingga saat ini, saya masih mengingat banyak hal dari apa yang saya dengar kala itu. Dalam satu bagian, Brahm menyatakan bahwa bukankah kita lebih senang ketika mendengar sebuah cerita, daripada menyimak penjelasan akan teori. 

Bahagia menjadi diri sendiri – Wawasan kehidupan yang mendalam 

Menariknya, melalui kesederhanaan gaya penulisan itu, Brahm berhasil menyajikan wawasan kehidupan yang dalam. Buku ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna kehidupan, kebahagiaan, bahkan penderitaan dengan penghayatan yang lain daripada biasanya. 

Melalui penuturannya, Brahm membuat kita memandang segala kejadian dengan lebih ringan. Seolah, segala hal yang telah, sedang, maupun akan datang hanya siklus yang terus berulang selama kita hidup dunia ini. Dengan demikian, kita dapat menjalani apa yang seharusnya kita jalani dengan lebih santai. 

Humor yang cerdas dan tepat sasaran

Buku ini juga mengandung humor yang cerdas. Humor yang digunakan Ajahn Brahm tidak hanya menghibur, tetapi juga memberikan sudut pandang yang unik terhadap permasalahan kehidupan sehari-hari. Oh, Anda bisa mendapatkannya dalam banyak kisah, seperti cerita tentang ular jahar dan ular suci, kisah pelukis yang kehilangan sebelah lengan, dan banyak lagi. 

Sederhananya, Anda bisa merujuk pada kisah dua sahabat tadi. Saya pernah mencoba membayangkan bagaimana reaksi si dewa ketika sahabatnya lebih memilih kotoran ketimbang pergi ke surga. Dan, bukannya berpikir keras, saya malah senyum-senyum sendiri. 

Pandangan yang universal 

Kelebihan lain dalam kisah-kisah Brahm ini adalah pesan-pesannya yang bersifat universal. Artinya, kisah dan pelajaran di dalamnya cukup relevan untuk berbagai budaya dan latar belakang. Pasalnya, meskipun latar belakang Brahm adalah seorang biksu, ia merupakan pembicara yang ulung dan memiliki lebih dari segudang pengalaman dari perjalanan dan prosesnya. 

Pengalaman-pengalaman itu memenuhi setiap halaman buku ini dan menjalin koneksi dengan apa yang hendak ia sampaikan. Singkatnya, hal itu menjadikan buku ini lebih bernilai karena mengandung nilai-nilai kehidupan yang dapat berlaku bagi siapa saja tanpa memandang perbedaan.

Bahagia Menjadi Diri Sendiri – Review Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya karya Ajahn Brahm 

Ilustrasi terlalu sedikit 

Shinju Arisa adalah seorang komikus yang mendapat kesempatan untuk membuat ilustrasi bagi buku ini. Wow, saya senang melihat sampulnya yang pastinya lebih dari cukup untuk memprovokasi kita agar membeli bukunya. Sayangnya, ilustrasi yang ada pada bagian dalam buku sangat sedikit.  

Memang, buku ini berfokus pada narasi sehingga tidak menyertakan banyak ilustrasi. Akan tetapi, kita tak boleh melupakan bahwa ilustrasi dapat membantu menghidupkan cerita dan memudahkan pemahaman, terutama bagi pembaca yang memiliki kecenderungan visual.

Akhir mengambang pada beberapa kisah 

Di samping itu, beberapa kisah dalam buku ini memiliki akhir yang agak mengambang. Mohon maaf karena saya kurang bisa menebak-nebak apa yang menjadi penyebabnya. Namun, saya yakin Brahm pun cukup memiliki alasan untuk itu walaupun saat ini mungkin hanya beliau yang tahu. 

Pada dasarnya, ketika seseorang membaca buku, ia akan mengharapkan kelegaan setelah melalui beberapa atau seluruh bagian. Memang, dalam beberapa kasus, Brahm seolah sengaja menggantungkan perhentiannya agar pembaca dapat lebih mengeksplorasi kedalaman buku tersebut sebagai dirinya sendiri. 

Namun, dari sudut pandang umum, hal ini dapat meninggalkan pembaca dengan rasa ketidakpuasan atau kebingungan mengenai pesan dalam ceritanya. Singkatnya, kekurangan ini dapat mengurangi dampak keseluruhan dari pesan yang ingin disampaikan oleh penulis.

Terakhir, saya hanya bisa menyampaikan selamat menikmati Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya karya Ajahn Brahm. Saya merasa yakin Anda tak akan kecewa setelah membacanya. Demikianlah Bahagia Menjadi Diri Sendiri – Review Buku Ajahn Brahm. Semoga bermanfaat.

rimbapena
rimbapena

Seorang penulis lepas dan pengajar di kota Surabaya yang memiliki dedikasi yang tinggi terhadap penulisan dan concern terhadap sistem pendidikan di Indonesia.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *