novel perpustakaan ajaib-bibbi bokken justin gaarder

Review Novel Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken Jostein Gaarder

  • Karakter
  • POV
  • Dialog
  • Style
  • Ending
3.8/5Overall Score
Specs
  • Penerbit: Mizan
  • Terbitan Pertama: 2011
  • Pengarang: Jostein Gaarder
  • Tebal Halaman: 284
Pros
  • Petualangan detektif yang unik
  • Seting cerita menarik
  • Ide cerita sangat menarik
  • Font enak dibaca
Cons
  • Ending kurang memuaskan
  • Cover mudah lusuh dan robek, dibaca sebulan sudah mulai terkelupas pinggirnya

Berit dan Nils dua saudara sepupu yang tinggal di lain kota, hubungan mereka erat hingga sering berkirim surat satu sama lain. Nah surat-surat tersebut dibukukan dan menariknya ada pihak yang ingin merebut dan berusaha mencurinya. Ia adalah Bibbi Bokeen, seorang paruh baya yang misterius yang tinggal sendirian. Petualangan Berit dan Nils adalah mengungkap konspirasi pihak lain untuk merebut buku surat tersebut. Misteri di balik keinginan aneh Bibbi Bokeen itu ternyata berhubungan dengan yang Berit dan Nils anggap sebagai “perpustakaan ajaib”.

Pada awal buku, saya menebak bahwa prasangka Berit dan Nils tak lepas hanya khayalan anak-anak yang merindukan kisah detektif dan petualangan misteri. Namun hal tersebut terbantah ketika ada seseorang yang membuntuti Nils dan ibunya sampai ke Italia. Dari sini saya menyadari bahwa itu lebih dari khayalan kedua bersaudara tersebut.

Review Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokeen Sisi Cerita

Menurut saya kisah tersebut unik dan seru untuk kamu baca, namun jangan berharap ada klimaks yang sungguh-sungguh ajaib ala ala disney. Tidak ada yang benar-benar wow pada ending ceritanya, semua hanya biasa saja, hanya rubanah yang berisi buku-buku yang memang buku, bukan penuh keajaiban. Kecewa, ya mungkin, karena setelah membaca novel Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokeen saya merasa ada yang kurang klimaks dalam kisahnya. Namun saya cukup menikmati gambaran-gambaran yang ada dalam kisah mereka, seting tempat, dan detail petualangan yang terjadi.

Untuk karakter, saya mungkin berserangan dengan pendapat kebanyakan, karena bagi saya yang awam ini, saya sering lupa karakter yang sedang saya baca adegannya, itu Berit ataukah Nils, karena bagi saya keduanya sama saja karakternya. Mungkin karena gaya dialog yang sama, namun pada akhirnya saya mengerti bahwa mereka berdua berbeda, yang satu penuh perhitungan yang satu berani ambil resiko.

Point of view dalam tulisan Jostein Gaarder tidak terasa, seolah-olah tidak ada pihak lain yang menceritakan petualangan tersebut. Ini sangat bagus bagi saya karena seperti melihat film dalam kepala saya. Ada beberapa novel yang POV nya terasa, seperti ada narasi lain dalam setiap adegan atau setiap dialog yang terjadi. Hal ini bukan buruk atau jelak namun saya merasa kurang tenggelam dalam kisahnya. KEmbali lagi ini adalah pendapat saya sebagai orang yang awam sebagai pengguna bukan pemerhati novel atau praktisinya.

Mr. Tech
Mr. Tech

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *