Pierre Morel menggarap From Paris With Love pada tahun 2010. Sebelumnya, ia telah menyelesaikan District B13 (2004) dan Taken (2008). Dalam film ini, Morel memboyong aktor legendaris John Travolta dan nominasi Emmy Awards Jonathan Rhys Meyers. Baiklah, mari kita menyimak sinopsis dan review film yang berdurasi keseluruhan 92 menit ini.
Daftar Isi
Sinopsis dan Review Film
Sinopsis Film From Paris With Love
James Reece (Jonathan Rhys Meyers) adalah seorang agen CIA yang kurang berpengalaman di lapangan. Ia memang kerap bertugas menyadap, tetapi lebih sering harus menghadiri berbagai rapat. Meski demikian, ia memiliki mimpi untuk meraih posisi yang lebih tinggi dalam kariernya. Keinginannya menjadi sosok berkedudukan penting itu menemukan jalannya saat ia mendapat tugas untuk membantu Charlie Wax (John Travolta).
Charlie adalah seorang agen lapangan yang tengah menyelidiki sebuah kasus. Ia harus menemukan bandar narkoba demi mencari informasi mengenai seorang teroris. James bertugas membebaskan Charlie dan mengantarnya ke sebuah tempat. Namun, Charlie malah menyeretnya ke Paris dan melibatkannya dalam kasus kematian keponakan Menteri Pertahanan AS.
Mau tidak mau, James pun mengikuti ke mana perginya Charlie. Ia menyaksikan bagaimana rekannya yang berkepala gundul itu membantai para gangster hingga mafia dan bandar narkoba. Keadaan semakin rumit ketika James mengetahui bahwa kekasihnya, Caroline (Kasia Smutniak) adalah seorang mata-mata musuh. Kenyataan itu menempatkan James dalam posisi yang dilematis.
Sinopsis dan Review Film
Ulasan Film From Paris With Love
Judulnya memang sangat romantis, tetapi Morel menyergap penonton film ini dengan aksi-aksi yang menegangkan. Kita mungkin akan mendapatkan jalan cerita yang lambat di awal. Namun, hampir selama 90 menit berikutnya, kita akan mendapati ketegangan demi ketegangan.
John Travolta memainkan peran sesuai dengan kapasitasnya. Kami pun sedikit heran bagaimana ia bisa meninggalkan kesan flamboyan yang biasanya. Bahkan, ia seolah berganti kulit dengan kepala plontos dan jenggot demi kesan garangnya. Akan tetapi, yang paling mengesankan dari akting John adalah kemisteriusannya. Kesulitan kita menebak bagaimana pemikiran karakter Charlie Wax adalah telah menegaskan hal itu.
Di sisi lain, penggambaran karakter James Reece yang masih polos cukup membuat kita merasa geregetan. Padahal, menyaksikan james berusaha membuktikan diri yang seolah jadi lelucon di depan Charlie adalah kesenangan tersendiri. Kejutan lainnya datang pada saat adegan makan malam. Momen yang seakan menurunkan ketegangan itu justru menjadi awal serangkaian ledakan aksi.
Remah-Remah Spionase
Beberapa detail yang cukup menjadikan film ini lebih menarik adalah perangkat spionasenya. Kita tidak menemukan mobil, dan alat-alat canggih ala James Bond. Namun, kita mendapatkan sebuah arloji yang sepertinya menjadi pelopor bagi smartwatch di masa kini. Selain itu, Anda tidak akan menduga cara menyembunyikan komponen senjata api dalam kaleng-kaleng minuman.
Kami cukup terkejut saat mendapatkan beberapa dialog ternyata adalah sebuah kode atau sandi. Pastinya, sandi yang hanya eksis dalam dunia mata-mata. Pada masa perang dunia kedua, militer biasanya menggunakan kata-kata sebagai sandi. Itu pun berupa satu kata tanya dan satu kata untuk menjawabnya. Fungsi utama sandi tersebut adalah untuk mengenali siapa kawan dan siapa lawan.
Oleh karena itu, kami tidak menyangka akan menemukan kalimat “Rose tidak ada di sini” merupakan sebuah sandi. Mengingat bagaimana kelamnya dunia intelijen, kalimat tersebut terlalu indah untuk menjadi sebuah kode atau sandi. Selain itu, perangkat-perangkat lain seperti kamera, mikrofon tersembunyi, dan alat penyadap terlihat sebagaimana biasanya.
Antara Aksi dan Akting
Sebagai film bergenre aksi, kami merasa justru akting para aktornya yang dominan dalam film ini. John Travolta sendiri merupakan magnet utamanya. Ia bisa sangat konyol sekaligus sadis dalam waktu yang hampir bersamaan. Di sisi lain, Morel mendaulat Jonathan Rhys Meyers sebagai pembawa romansa. Sayangnya, romansa dalam film ini bukan seperti kisah cinta kebanyakan lainnya.
Menurut kami, sisi romantis cerita ini terlihat melalui perbedaan ideologi karakter Reece dan Caroline. Hal yang paling tidak terduga adalah bagaimana Reece menyikapi perbedaan tersebut pada akhirnya. Akting dan paras nona Smutniak sangat menunjang peliknya pergulatan batin antara sepasang kekasih itu. Singkatnya cinta dan mata-mata telah menjepit perasaan kedua karakter tersebut.
Satu hal yang kurang masuk akal adalah kehadiran para gangster yang berusia di bawah umur. Memang, tidak ada batasan usia bagi siapa saja yang ingin menjadi gangster. Namun, keberadaan bocil-bocil tersebut hanya menambah kesan berlebihan yang memberatkan film ini.
Untuk menutup sinopsis dan review film ini, kami harus mempertimbangkan banyak hal. Mungkin, kita bisa menikmati film ini sambil minum kopi dan camilan di rumah. Akan tetapi, bagi Anda yang memiliki ekspektasi tinggi dari sebuah judul, bersiaplah untuk kecewa. Sebab, setelah menonton film ini, Anda bisa saja merasa bahwa Paris tak lagi romantis.